Profile Facebook Twitter My Space Friendster Friendfeed You Tube
Kompas Tempo Detiknews
Google Yahoo MSN
Blue Sky Simple News Simple News R.1 Simple News R.2 Simple News R.3 Simple News R.4

About Author »

Foto Saya
Muhamad Ali Saifudin
Berbuat dan Bermanfaat
Lihat profil lengkapku »

Free File Hosting Service»

Followers

Cari Blog Ini

  • Kami Kabarkan Berita Terkini Banyuwangi,Seputar Banyuwangi, Wisata Banyuwangi, Tentang Banyuwangi and more...
  • Ingin Mengetahui Seluk dan Beluk Banyuwangi. Silahkan ketik judul dan keterangan gambar anda disini...
  • Kami Kabarkan Berita Terkini Banyuwangi,Seputar Banyuwangi, Wisata Banyuwangi, Tentang Banyuwangi and more...
  • Ingin Mengetahui Seluk dan Beluk Banyuwangi. Silahkan ketik judul dan keterangan gambar anda disini...

Minggu, 20 Desember 2009 | 20.33 | 0 Comments

Pawai Budaya Banyuwangi Sepi Penonton

BANYUWANGI - Pawai Budaya memang bisa menjadi tontonan yang menarik. Tetapi, bagaimana jika pawai budaya seperti ini digelar di kota kecil, bahkan sempat melitas di tengah sawah? Sejumlah peserta pawai Pelangi Budaya yang diselenggarakan di Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi mengeluh dengan sumpah serapah. Disamping pawai itu sepi penonton, jalur yang dilalui pun terasa panjang. Meski sebenarnya hanya sepanjang 3,5 kilometer.

"Kalau di kota, 3,5 kilometer terasa pendek, karena penontonnya banyak. Kalau ini, sudah dikampung, masih melalui jalur tengah sawah lagi," keluh Wiwied, salah seorang peserta pawai itu.

Pantauan Wartawan Radar Banyuwangi, di sepanjang jalan Desa Blimbingsari menuju Lapter, ada tujuh tenda yang mempertontonkan tradisi Banyuwangi. Ada angklung caruk, angkluk paglak, dan musik tradisional lainnya.

Memasuki pintu gerbang lapter, seluruh warga harus memarkir kendaraannya di luar areal lapter. Dan mereka harus berjalan kaki menuju lokasi start.

Sementara itu, penonton ada yang memilih berteduh di tenda. Ada juga yang berteduh di bagasi bus pariwisata, hingga ada warga yang membawa payung.

Saking panasnya, petugas beberapa kali menyiram sekitar tenda di halaman terminal penumpang lapter sebelum acara dimulai. Setelah peserta pawai menunggu cukup lama, tepat pukul 13.00 akhirnya pawai dimulai. Pembukaan pawai dimeriahkan oleh penampilan sendratari Sayu Wiwit.

Ketut Partama, Ketua Kontingen dari Kabupaten Jembrana mengeluhkan jauhnya jarak pawai budaya kali ini. Menurutnya, jarak yang harus ditempuh oleh seluruh peserta pawai sangat jauh. Dari start hingga finishm jaraknya sekitar 3,5 kilometer. ''Kasihan para peserta, sudah panas jalannya jauh sekali,'' keluhnya.

Ketut menambahkan, tidak hanya peserta yang merasa kelelahan. Para penata riasnya juga lelah sekali. Karena, penata rias harus mengikuti peserta bila sewaktu - waktu make up peserta luntur di jalan. ''Kalau di Jembrana, jarak tempuh pawai itu biasanya hanya 1,5 kilometer,'' katanya.

Beberapa peserta pawai juga mengeluhkan kondisi tersebut. Yuni, salah satu penari mengatakan, jarak yang ditempuh dalam pawai tersebut sangat jauh. ''Kalau di kota, meski cukup jauh tidak terasa, karena banyak yang menonton. Kalau di sini terasa melelahkan. Apalagi pas di tengah sawah tidak ada penontonnya,'' katanya ditemui di garis finish.

Peserta dari Kabupaten Kediri, Ningrum justru mengaku tidak ada masalah dengan pawai di dekat Lapter. ''Tujuannya jelas, untuk mempromosikan Lapter yang dimiliki Banyuwangi kepada masyarakat,'' katanya Ningrum.

Selama pawai, banyak peserta yang duduk di tengah jalan karena sepi penonton. Saking panasnya, mereka berteduh di selendang teman - temannya. Setibanya di garis di lapangan Watukebo, kondisinya sangat kontras. Lapangan tersebut penuh sesak dengan penonton. Tidak hanya penonton dari Kecamatan Rogojampi dan sekitarnya. Para penonton dari Kecamatan Banyuwangi juga terkonsentrasi di lokasi finish tersebut.

Vitha, penonton asal Kecamatan Banyuwangi menyesalkan adanya pawai yang ada di lapter Blimbingsari. ''Awalnya sudah tidak mau melihat, tapi anak saya merengek minta nonton pawai. Ya berangkat saja padahal jauh,'' katanya.

Ditemui terpisah, Bupati Ratna Ani Lestari mengatakan bahwa pawai Pelangi Budaya ini sekaligus untuk deklarasi nama lapter. Hal itu sudah ada dalam Peraturan Bupati nomor 61 tahun 2009 tentang nama bandar udara di Banyuwangi. Dalam pasal 2 disebutkan penetapan bandar udara dengan nama Sayuwiwit. ''Nama merupakan persyaratan Sertifikasi Operasional Bandara (SOP),'' katanya.

Bupati Ratna mengatakan, puncak acara yang diselenggarakan di lapter ini tidak menganggu aktivitas yang ada di lapter. Karena podium dan lainnya berada di luar areal runway. ''Tidak benar, kalau saya ditegur Departemen Perhubungan. Kalau di areal runway, memang tidak boleh,'' katanya.

Sementara itu, jalur Desa Rogojampi-Desa Blimbingsari macet selama 3,5 jam kemarin sore. Kemacetan hingga membuat kendaraan roda dua dan mobil menumpuk saat digelar pawai Harjaba.

Pusat kemacetan berada di jalan persimpangan antara Desa Watukebo dan Desa Blimbingsari. Antrean kendaraan yang macet, panjangnya hingga mencapai satu kilometer. Petugas kepolisian dan petugas Dinas Perhubungan tampak kewalahan mengatasi kendaraan yang ingin saling mendahului.

Kemacetan mulai terjadi sekitar pukul 14.30. Akhirnya, jalan berangsur normal sekitar pukul 17.00. Jalan persimpangan yang menjadi pertemuan dari tiga jalur ini, sama-sama dipadati oleh kendaraan roda dua dan empat. "Tolong jalannya gantian, biar bisa jalan," kata Bripka Suprapto, petugas Polsek Cluring yang ikut membantu mengatur arus lalu lintas.

Meski petugas sudah mengingatkan agar kendaraan bisa bergantian, tapi rupanya para pengendara motor dan mobil tidak mau mendengar. Mereka terus merangsek maju hingga akhirnya sama-sama tidak bisa jalan. "Waduh, kita nggak bisa lihat acaranya dong," kata beberapa warga yang datang dari arah Desa Rogojampi.

Sekadar diketahui, tiga jalur bertemu di jalan persimpangan pohon beringi Desa Watukebo. Dari arah barat merupakan jalur araah Desa Rogojampi. Dari arah utara dari Desa Blimbingsari, sedang dari arah selatan dari Desa Watukebo. Ketiga jalur ini sama-sama dipadati kendaraan dan menumpuk di pertigaan pohon beringin.

Dari arah Rogojampi, sebagian besar warga yang ingin melihat atau akan menjemput anaknya yang ikut acara pawai budaya. Sedang dari arah Blimbingsari, rombongan peserta pawai budaya dan keluarganya yang banyak naik motor dan mobil.

Sedang kendaraan roda dua dan empat yang datang dari arah Desa Watukebo, kebanyakan rombongan yang baru ikut acara di Lapter Blimbingsari. Mereka ingin lewat jalur alternatif, tapi malah terjebak dalam kemacetan.(lla/aj/jpnn)Radar Banyuwangi
Sumber: http://www.jpnn.com/berita.detail-55334
Info Lengkap http://muhamadalisaifudin.blogspot.com
Read More... - Pawai Budaya Banyuwangi Sepi Penonton

Rabu, 16 Desember 2009 | 20.36 | 0 Comments

Budayawan Protes Pawai Budaya Banyuwangi

BANYUWANGI-Rencana Pemkab menggelar karnaval budaya di jalan sekitar lapangan terbang (lapter) Sabtu mendatang (19/12) terus mengundang protes. Setelah beberapa penata rias keberatan dengan pemilihan lokasi karnaval di pedesaan itu, kali ini giliran budayawan yang protes.

Budayawan Andang Cy. termasuk yang paling keras menolak rencana karnaval di jalan sekitar lapter.''Saya orang yang pertama menolak kalau puncak Harjaba diselenggarakan di lapter,'' tegasnya kemarin (15/12).

Meski begitu, Andang mengakui bahwa dirinya tidak bisa berbuat banyak dengan penetapan lokasi pawai budaya tersebut. Meski dirinya keberatan dengan adanya keputusan tersebut, bagaimana pun juga acara tersebut tetap diselenggarakan dan sudah dijadwalkan dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba). ''Saya pernah melakukan survei ke sekitar kawasan lapter pada siang hari. Di sana, cuacanya sangat panas. Saya membayangkan bagaimana nanti kalau anak-anak kecil ikut nonton pawai. Apakah ada yang nonton apabila digelar di sana?'' ujarnya.

Menurut Andang, kegiatan di sekitar kawasan lapter itu terkesan dipaksakan. Selain itu, hal itu sudah mengubah tatanan yang sudah ada setiap tahun, yakni puncak peringatan Harjaba selalu diselenggarakan di Kota Banyuwangi. Resepsi Harjaba, biasanya selalu diselenggarakan di Pendapa Sabha Swagata Blambangan.

Secara terpisah, seniman dan budayawan H. Sutejo menilai, pelaksanaan pawai budaya di sekitar lapter Blimbingsari itu kurang tepat. Selain lokasinya yang panas, kawasan tersebut tidak pas untuk pelaksanaan pawai budaya. ''Kalaupun diselenggarakan di ibukota kecamatannya, yakni di Rogojampi, saya pikir tidak masalah. Lha, kok ini karnaval di lapter,'' ujarnya.

Sutejo mengakui, sebelumnya pernah ada pertemuan pertama yang membahas masalah pawai budaya. Dalam pertemuan tersebut memang ada perdebatan. Namun, akhirnya sudah menjadi keputusan Bupati bahwa pawai harus dilaksanakan di lapter. ''Sehingga, kami tidak bisa berbuat apa-apa,'' ujarnya.

Sutejo menambahkan, sekitar lapter cukup panas. Oleh karena itu, akan muncul pertanyaan, bagaimana dengan tamu dari kabupaten lain. Para tamu akan diistirahatkan di mana kalau lokasinya panas seperti itu. Namun, akhirnya hal itu sudah menjadi keputusan dan pelaksanaannya ditetapkan tanggal 19 Desember 2009 mendatang.

Sementara itu, Bupati Ratna Ani Lestari menegaskan bahwa peringatan Harjaba memang dilaksanakan di lapter. Tujuannya, untuk pengenalan lapter kepada masyarakat Banyuwangi dan kepada maskapai penerbangan. ''Selama ini, sudah ada BIFA dan nanti akan ada maskapai Merpati yang kami undang,'' katanya di sela-sela peringatan HUT Dharma Wanita Persatuan kemarin.

Bupati Ratna menambahkan, Harjaba merupakan momen yang pas untuk ritual deklarasi nama bandara. Sebab, hal itu terkait nama salah satu pahlawan Banyuwangi. ''Hal ini dilakukan karena terkait dengan sertifikasi bandara. Kalau Perbup-nya sudah, tinggal Perda-nya saja. Kalau menunggu 2010 terlalu lama,'' jelasnya.

Ketua I Panitia Peringatan Harjaba, Hadi Sucipto mengatakan, dengan adanya nama lapter, sertifikasi bandara bisa langsung dilakukan. Kalaupun nanti ada perubahan nama bandara pada Perda, tidak menjadi masalah. ''Perda memang harus dibahas dengan DPRD,'' jelasnya.

Hadi Sucipto menambahkan, puncak peringatan Harjaba tahun ini memang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Puncak acara Harjaba tahun ini digunakan untuk mendeklarasikan nama lapter. Nanti sudah disiapkan angkutan untuk masyarakat Banyuwangi. ''Kami mohon maaf kepada seluruh masyarakat Kota Banyuwangi apabila tidak bisa menyaksikan Pawai Pelangi Budaya yang biasa diselenggarakan di pusat kota,'' katanya.

Menurut Sucipto, peringatan Harjaba bisa dilakukan di mana saja. Sebab, wilayah Banyuwangi luas. Jadwalnya, mulai siang sampai sore ada pawai pelangi budaya. Memasuki Magrib, dilanjutkan ngebangi bandara dengan salat Magrib dan adzan yang akan dilakukan oleh tujuh orang. Setelah itu, dilanjutkan dengan doa dan selamatan. ''Pukul 19.00 dilanjutkan dengan resepsi di lapter,'' katanya.

Sucipto menambahkan, ada tiga alternatif rute pawai Harjaba. Alternatif pertama, dimulai dari lapangan Desa Watukebo menuju lapter Blimbingsari dengan jarak tempuh tiga kilometer. Alternatif kedua, pawai dimulai dari lapter ke lapangan Desa Watukebo. Alternatif ketiga, pawai dimulai dari Desa Blimbingsari menuju lapter dengan jarak hanya satu kilometer. ''Penentuan rute akan diputuskan besok pagi (hari ini, Red),'' cetusnya.

Sucipto mengaku optimistis bahwa pawai budaya di lapter itu akan banyak disaksikan penonton. Untuk pengamanan, kata dia, sudah disiapkan semaksimal mungkin. Sawah masyarakat yang ada di sekitar lapter dijamin tidak rusak, karena nanti sudah ada pagar pembatas. (lla/bay)Radar Banyuwangi
Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=132312
Info Lengkap http://muhamadalisaifudin.blogspot.com
Read More... - Budayawan Protes Pawai Budaya Banyuwangi
 

Poll

Poll

Pengikut

Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by Herdiansyah Hamzah | Published by Jurnalborneo.com
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.